Saturday, April 14, 2012

EYP Supply 2012: Mahakam Trip, 6-8 April 2012

Akhirnya....EYP Supply 2012 jadi juga dilaksanakan di luar Sangatta ^_^

Bagi yang baru setahun ato dua tahun di Supply mungkin ga begitu penting acaranya mo diadakan di Sangatta ato di luar Sangatta. Masalahnya, bagi bapak-ibu yang udah belasan ato malah 20 tahun mengabdi di Supply, pastinya jenuh lah ya kalo acaranya di situ-situ lagi. Apalagi pilihan tempat acara di Sangatta juga ga banyak. 

Akhirnya taon lalu, begitu EYP 2011 selesai dan ketua panitia EYP 2012 ditunjuk yaitu mas Jimmy, wacana EYP di luar Sangatta ini pun digulirkan melalui pooling. Dan ternyata hasilnya banyak yang memilih EYP di luar Sangatta, termasuk saya hehehe...

Selanjutnya adalah menentukan tempat EYP. Wacana awal adalah wisata pantai dan laut di Derawan atau Bali, atau sekalian aja ke Malaysia pake Air Asia Balikpapan - Kuala Lumpur. Namun setelah hitung-hitungan hari perjalanan dan biaya, akhirnya pilihan tersebut dicoret dari opsi tempat EYP. Opsi lain adalah wisata di pulau Jawa, seperti Malang, Solo dan Yogya. Namun lagi-lagi inipun gagal karena tempat-tempat tersebut terlalu 'biasa', apalagi yang emang kampung halamannya di Jawa, udah bosen kali yaaa...Opsi berikutnya terinsipirasi dari ide bapak GM, Pak Pratikto, kenapa ga coba Makasar atau Manado? Setelah mengumpulkan informasi sana-sini, termasuk booking tiket pesawat segala, akhirnya terpilih Manado sebagai lokasi EYP 2012. 

Waaah...seneng banget membayangkan bisa kesampaian ke Manado, mo snorkeling di Bunaken dan foto-foto di kota Bunga Tomohon ^_^ Tapi ternyata alam berkata lain. Tepat sebulan sebelum jadwal acara EYP Supply, gunung Lokon meletus. Karena lokasi gunung Lokon ini yang sangat dekat dengan kota Tomohon, akhirnya panitia dan peserta ga mo ambil resiko jika kami tetep kekeuh berangkat ke Manado.

Gagal maning...gagal maning... :-(

Karena waktunya udah mepet, tinggal sebulan menjelang jadwal EYP, akhirnya panitia memilih lokasi yang ga perlu naik pesawat tapi tetep 'tidak biasa'. Dan dipilihlah Mahakam Trip...

Let's get the Party Started....!!
Perjalanan Sangatta - Samarinda - Tenggarong ditempuh melalui darat dengan 5 mobil. Sebenernya di Samarinda kami hanya numpang istirahat aja, agar Jumat paginya bisa ontime nyampe jam 9 pagi di Tenggarong. Setelah semua peserta berkumpul di pelabuhan kecil dekat Museum Mulawarman, memindahkan barang masing-masing dari mobil ke kapal, dan menitipkan mobil di rumah sodaranya mas Rifai, jam 10 pagi houseboat Duta Miramar mulai bergerak menyusuri sungai Mahakam. 

Bagi saya pribadi, naik kapal bukanlah pengalaman baru karena dulu waktu masih kecil dan tinggal di Tarempa (Kep. Riau), moda transportasi antar pulau dan ke ibukota kabupaten hanyalah kapal. Mulai dari kapal kayu kecil, speedboat, kapal barang ampe kapal Pelni pernah saya tumpangi. Hanya bedanya, dulu naik kapal menyusuri laut lepas, kali ini menyusuri salah satu sungai terpanjang di Indonesia.

Kalo dilihat dari luar sepertinya houseboat Duta Miramar ini biasa aja. Tapi ternyata setelah saya masuk, fasilitasnya lengkap, bersih dan bagus. Kapal terdiri dari 2 lantai. Lantai 1 bagian depan adalah ruang kemudi kapal, bagian tengah terdapat 8 kamar tidur full AC dengan kapasitas 2 orang per kamar, kemudian 2 kamar mandi yang lengkap dengan shower air panas-dingin, dan bagian belakangnya adalah dapur. Di lantai 2 terdapat 2 kamar tidur full AC dengan kapasitas 2 orang per kamar, bagian tengahnya adalah messhall yang biasa digunakan sebagai tempat makan dan berkumpul, serta bagian depan dan belakangnya adalah semacam  teras yang dalam kondisi darurat digunakan sebagai muster point. 

Kalo soal makan jangan khawatir deh. Layanan catering di kapal ini bagus banget. Coffee break bisa kapan aja karena selalu tersedia, juga roti dan buah-buahan. Menu makanan 3 kali seharinya juga uenaaak bangeeet...maklum kokinya adalah koki restoran cuy...Dijamin ga bakal pernah kelaparan deh selama di kapal, yang ada malah pulang-pulang pada nambah berat badannya karena makan melulu, termasuk saya hehehe...

Karena kondisi yang tidak memungkinkan kapal untuk merapat di salah satu kampung saat waktu sholat Jumat, akhirnya kaum adam yang muslim sholat berjamaah di kapal. 

Selain games yang udah disiapkan oleh panitia, sebenernya banyak aktivitas yang bisa dilakukan selama di kapal. Nonton film, karaoke, main kartu, domino, main gitar dan nyanyi atau sekedar ngobrol sambil hunting foto juga bebas aja. So, let's get the party started...!!

Dayak Kenyah di Desa Lekaq Kidau
Sekitar jam 2 siang kapal merapat di desa Lekaq Kidau, salah satu pemukiman Dayak Kenyah. Kami turun dan menyusuri desa, melihat rumah Lamin Dayak Kenyah yang saat ini tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal tapi semacam ruang serbaguna, juga ngobrol dan foto bersama kepala suku dan tetua adat Dayak Kenyah.

Waktu masih kecil, saya hanya bisa lihat foto orang Dayak bertelinga panjang dari kalender bank BRI punya alm. Kakek saya. Tapi sekarang, saya udah bisa lihat dan bertemu langsung loh...Salah satu ciri khas yang menunjukkan kekhasan Lekaq Kidau sebagai desa budaya adalah adanya beberapa warga yang masih memegang tradisi memanjangkan telinga. Ya, memanjangkan daun telinga sebagai simbol kegagahan dan kecantikan memang melekat sebagai tradisi suku Dayak Kenyah.

Kenyah adalah salah satu suku Dayak yang ada. Suku-suku lain di antaranya Modong, Tunjung, Benoaq, dan Punan. Seperti kebanyakan suku Dayak lain, suku Kenyah sudah terbuka atau menjalin interaksi dengan masyarakat luar. Hanya suku Punan yang masih membatasi atau mengisolasi dari masyarakat luar. Selain hidup di tengah hutan, mereka juga masih menjalani hidup berpindah-pindah (nomaden).

Desa budaya Dayak Kenyah ini terletak di Desa Lekaq Kidau, Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Desa budaya ini bisa dicapai menggunakan jalur darat ataupun jalur sungai. Untuk jalur darat dibutuhkan waktu dua jam perjalanan, sekitar 140 km dari Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara.

Untuk sampai di desa budaya Lekaq Kidau, pengunjung terlebih dahulu menyeberangi Sungai Mahakam saat sampai di Desa Selarong, Kecamatan Sebulu, dengan menggunakan ketinting, kapal kecil bermesin yang muat sekitar lima penumpang. Penumpang cukup membayar Rp 6.000 per orang (siang hari) dan Rp 12.000 (malam hari) untuk perjalanan yang membutuhkan waktu sekitar lima menit.
Desa Lekaq Kidau yang baru ditempati 10 tahun ini terdiri atas 157 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat mengandalkan hidup dari bercocok tanam. Hasil pertaniannya adalah padi, sayur-mayur, jagung, dan ubi. Selain itu, mereka juga memiliki pekerjaan sambilan, yaitu dengan membuat kerajinan, seperti gelang, kalung, dan tameng. Produk tersebut ditawarkan saat ada pengunjung yang datang.
Setelah puas foto-foto dan ngobrol dengan tetua adat Dayak Kenyah, kami kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan ke Muara Muntai.

Dayak Benuaq di Desa Mancong
Hari Sabtu jam 3 dinihari, kapal merapat di desa Muara Muntai Ulu. Jam 5 saya bangun untuk mandi dan sholat shubuh, suasana diluar masih sepi, dingin dan berkabut. Sesekali ada satu atau dua buah ketinting yang lewat dekat kapal kami. Setelah semua peserta bangun, mandi dan sarapan, pak Lukman, tour guide kami mengajak berjalan-jalan mengelilingi desa Muara Muntai Ulu. 

Sekitar jam 9 pagi kami kembali ke kapal untuk bersiap-siap berangkat ke desa Mancong. Untuk mencapai desa Mancong, dibutuhkan waktu sekitar 3 jam setengah dengan menggunakan taksi ces atau ketinting. Karena anak sungai yang akan dilewati nanti cukup dangkal sehingga tidak memungkinkan dilewati oleh kapal sebesar Duta Miramar.

Kami berangkat dengan menggunakan 6 buah taksi ces, masing-masing berisi 3 orang penumpang. Sepanjang perjalanan anak sungai ini, kami melewati beberapa desa yaitu desa Jantur Baru dan Muara Ohong, juga sebuah danau yang luas sekali, danau Jempang. Selain melihat perkampungan di tepian Mahakam ini serta kehidupan masyarakatnya, kami juga disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan, seperti beberapa macam vegetasi dan hewan seperti pelikan, bekantan, monyet hutan, burung yang berwarna-warni bahkan kerbau yang sedang merumput pas di tepi sungai. Pokoknya kalo dibandingkan dengan pemandangan hutan Amazon di foto atau tivi, yang kami lihat ini juga ga kalah deh ama yang di Amazon sana...

Jam 13.30 kami tiba di desa Mancong. Hanya selang beberapa menit taksi ces kami merapat, hujan deras turun. Tarian penyambutan dan atraksi budaya Dayak Benuaq yang seharusnya ditampilkan di halaman rumah Lamin, akhirnya dipindahkan ke dalam rumah Lamin.

Berbeda dengan Dayak Kenyah, Dayak Benuaq tidak memiliki tradisi memanjangkan telinga. Dari segi pakaian, rumah Lamin dan tarian adatnya juga berbeda jauh. Mungkin juga karena secara keturunan leluhurnya juga berbeda kali ya. Rumah Lamin di desa Mancong ini lebih panjang dan bertingkat dua. Ornamen yang menghias Laminnya pun lebih mirip ornamen rumah panggung Melayu.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Menurut cerita pula asal kata Benuaq merupakan istilah/penyebutan oleh orang Kutai, yang membedakan dengan kelompok Dayak lainnya yang masih hidup nomaden. Orang Benuaq telah meninggalkan budaya nomaden. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di “Benua”, lama-kelamaan menjadi Benuaq. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu.

Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah, kecuali dari kelompok Seniang Jatu. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli.

The Last Day....
Setiap perjalanan pasti ada akhirnya...Namun serunya acara selama perjalanan kali ini tetap tak terlupakan, khususnya saat games :D
Malam pertama games nya adalah tebak judul lagu dan lomba tiup balon. Yang paling seru dan bikin rame justru saat peserta disuruh menirukan gaya dan tarian Cherrybell. Mas Gun, dengan super pede dan lincahnya meliuk-liuk kan badan, sekuat tenaga berusaha menirukan gaya Cherrybell, walopun usahanya gagal total karena ga mirip sama sekali ama Cherrybell, but at least Mas Gun berhasil membuat peserta yang lain tertawa terpingkal-pingkal ampe sakit perut :D

Malam kedua sebenernya ga ada games khusus, hanya tukar kado aja. Kado yang diminta adalah yang harganya minimal 50 ribu, tapi ternyata ada beberapa orang yang salah paham, dikiranya yang harganya maksimal 50 ribu. Jadi deh ada yang apes, dapet tissue meja sekotak, sandal dari hotel, ato malah kado yang isinya uang 50 ribu doank, kagak berupa barang. Yaah..namanya juga nyari kado dadakan, jadi begitu dech hasilnya hehehehe....

Hari minggu jam 10.30 kami tiba kembali di Tenggarong, kemudian langsung melanjutkan perjalanan darat menuju Sangatta ^_^

Koleksi foto perjalanan kali ini, silakan kunjungi videonya disini yaaaa ^_^

0 comments:

Post a Comment