Tuesday, April 16, 2013

Menikmati Masalah


"Lagi, ada berita duka, tetanggaku di trenggalek, gantung diri L
Beliau ini sering adzan di musholla.. dikabarkan beliau sakit bronchitis gak sembuh2. Ahh… muga kita diberikan kesabaran dan keimanan untuk menghadapi segala macam ujian dan cobaan.."

Pagi-pagi terima e-mail ini dari seorang teman. Sedih rasanya, walaupun saya tidak kenal orang tersebut secara pribadi. Geram rasanya, karena lagi-lagi setan menang menghasut manusia. 

Disini saya tidak sedang nge-judge orang yang bunuh diri itu pasti masuk neraka karena bunuh diri termasuk dosa besar. Biarlah itu menjadi wilayah kekuasaannya Allah. Saya juga tidak berminat membahas penyebabnya secara psikologis, karena memang saya bukan ahlinya. Saya hanya ingin mengajak kita semua lebih peka "membaca" kasus bunuh diri seperti ini.

Hal yang awam terjadi pada pelaku bunuh diri atau percobaan bunuh diri, entah itu anak, remaja ataupun dewasa, adalah karena merasa buntu dan depresi dengan masalah yang dihadapi dan merasa kesepian/sendirian/terbuang. Ada orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan bangkit dari keterpurukannya, ada yang masih jatuh bangun dengan masalahnya, tapi ada juga yang menyerah sehingga memilih bunuh diri. Saya juga pernah berada di posisi ini. Akarnya adalah akumulasi emosi marah, sedih, dendam yang tidak tersalurkan akhirnya menumpuk terus dan bisa meledak kapanpun. Ledakan emosi plus bisikan setan saat iman sedang lemah, adalah pemicu manusia melakukan tindakan diluar kesadarannya, seperti menyakiti diri sendiri dan atau orang lain.

Hidup manusia tidak pernah lepas dari masalah, lantas bagaimana menyikapinya?

Pertama, selalu kembali pada Tuhanmu dan kitab suci-Nya. Kembalilah pada Allah dan Al-Qur'an bagi yang muslim.
"Tapi kan ada juga orang alim dan soleh yang hidupnya bermasalah terus bahkan menyakiti diri sendiri dan orang lain?"
Eits...jangan tertipu dan menipu diri dengan "topeng ketaatan" ya...ga enak tau!

Sebenernya apa sih itu "topeng ketaatan"? Coba baca tulisan my lovely coach ini deh Topeng Ketaatan

Saya juga dulu ahli dalam memakai "topeng ketaatan" ini. Coba deh tanya ke temen-temen sekolah saya dulu, pasti taunya saya ini "anak baik-baik". Sampai sekarang pun masih banyak orang yang tertipu dengan "topeng ketaatan" yang udah kadung melekat pada saya, karena saya sendiri masih berproses.

Kedua, salurkan emosi marah, sedih dan dendam; jangan dipendam apalagi dimusnahkan, karena emosi tidak bisa dimusnahkan. Emosi yang dipendam terus-menerus hanya akan menyakiti diri sendiri, baik fisik maupun psikis.
"Gimana caranya menyalurkan emosi marah, sedih dan dendam?"

Tiap orang punya caranya masing-masing. Ada yang menyalurkan dengan menangis di kamar, teriak di tepi laut atau di atas gunung, menulis diary atau blog, olahraga atau kegiatan outdoor ekstrem, dan banyak cara lainnya. Yang penting, kita jujur mengakui, menghadirkan dan merasakan rasa sakitnya, rasa ga enaknya.

Kita juga bisa mencari referensi cara menyalurkan emosi melalui buku, website, blog, milis, media sosial atau lewat teman.

Saya sendiri selama bertahun-tahun selalu mencari dan mencoba banyak referensi, mulai dari buku-buku dan training motivasi, seminar hipnoterapi sampai dua kali jadi klien privat hipnoterapi, belajar quantum ikhlas dari CD brainwave, sampai akhirnya Allah mengenalkan saya pada teteh Irma Rahayu melalui Twitter. Berawal dari follower @irmasoulhealer hingga Allah menggerakkan saya mengikuti kelas EHGT (Emotional Healing Group Therapy), Money Therapy hingga private healing. 

Mengenal emotional healing seperti saya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya selama ini, membuka jalan bagi saya mengenal diri sendiri dan mengajarkan saya cara menyikapi masalah dalam hidup.


Layaknya orang awam, saya dulu juga selalu berusaha menghindar dari masalah, cari aman. Alih-alih menyelesaikannya, saya cenderung membiarkan masalah "selesai dengan sendirinya". Karena punya masalah itu ga enak, menyakitkan! Walhasil, bukannya masalah "selesai dengan sendirinya", yang ada malah tumpukan masalah hingga mengganggu kesehatan fisik. Saya jadi mudah lelah, mudah putus asa, sering merasa sendirian dan ga ada orang yang mengerti saya. Masalah saya muter-muter disitu-situ aja.

Dengan memahami emotional healing dan mempraktekkan cara-cara yang diajarkan oleh teteh Irma, saya belajar menikmati masalah. Semudah itukah? Ya engga donk! Jatuh bangun guling-gulingan ampe berdarah-darah rasanya. Karena ketika kita niat untuk berproses, saat itu pulalah Allah akan menguji niat tersebut, apakah kita istiqomah atau tidak.

Dengan emotional healing ini juga saya belajar memaafkan dan minta maaf. Memaafkan diri kita dan masa lalu kita, memaafkan orang-orang yang menyakiti kita dan meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita sakiti. Jujur ini susaaaah bangeeet! Apalagi bagi orang yang terbiasa denial, gengsian dan egois. Saya masih tertatih-tatih berproses ini *ngaku*

Menikmati masalah beda dengan menggampangkan masalah atau melemparkan masalah ke orang lain. Kita harus sadar dulu kalo masalah itu ada, mengakui, merasakan dan menyalurkan emosi marah, sedih, dendam dari masalah yang kita hadapi, menggali akar masalahnya dan jujur dengan apa yang kita mau, memaafkan dan minta maaflah, lalu berdoa dengan yakin bahwa pertolongan Allah itu selalu ada, setelah itu pekalah "membaca" jawaban doa dari Allah. 

Last but not least, berita duka dari teman pagi ini juga jadi pengingat bagi saya khususnya, agar banyak-banyak bertaubat.....

"Innalillaahi wa innailaihi raajiun…semoga kita dijauhkan dr su’ul khotimah yaa…"